Saturday 7 May 2011

PERAN PUSTAKAWAN DALAM PROSES BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Oleh : Itmamudin
ABSTRAK
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan Berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Pustakawan berperan sebagai agen Perantara atau mediator bertemunya masyarakat dengan informasi yang dibutuhkan dengan jalan memperluas akses informasi bagi kepentingan masyarakat, dan pustakawan harus menguasai teknologi informasi, sehinga mempunyai kebebasan dan keleluasaan mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber. Pustakawan juga berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi, artinya bahwa pustakawan  harus berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi untuk kepentingan masyarakat, tetapi harus tetap bertangung jawab, agar informasi yang disediakannya tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Pustakawan juga berperan sebagai agen perubahan dan harus dapat menjadi agen narasumber (resource person) bagi orang-orang yang memerlukan pembaruan bagi dirinya. Dan pustakawan dituntut untuk memiliki  pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang perpustakaan dan informasi, sehingga dapat memberikan  andil yang cukup besar dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat, sehingga tercapai masyarakat yang mau berproses dalam belajar sepanjang hayat.
Keyword : Belajar Sepanjang Hayat, Pendidikan, Perpustakaan, Pustakawan.



A.     PENDAHULUAN
Pendidikan bagi sebagian orang merupakan sebuah keharusan, karena merupakan tuntutan baik dari dalam diri untuk selalu maju maupun dari luar diri seperti misalnya tuntutan dari pemerintah. Pendidikan wajib dasar Sembilan tahun merupakan program wajib yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan taraf pendidikan masayarakat Indonesia. Hal ini ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang pembangunan jangka menengah nasional (PJMN) 2004-2009.  Akan tetapi implementasi wajib belajar pada tataran pendidikan ini masih kurang optimum dan berkecenderungan kurang mampu memotivasi anak-anak usia 7 sampai 15 tahun untuk membelajarkan diri Anak-anak usia sekolah dasar kurang dapat membelajarkan diri melalui membaca buku sesuai dengan tingkatan umur dan pendidikanya. Dampak negatif yang timbul akibat rendahnya motivasi untuk membelajarkan diri adalah rendahnya minat membaca, baik di dalam maupun diluar sekolah. Kemudian masalah ini menjadi menggejala tidak hanya di sekolah-sekolah tertentu maupun daerah tertentu saja, namun sudah menggejala dan menjadi persoalan nasional (Sukarman, 2005 : 43).
Barangkali berbeda dengan anak-anak di negara-negara maju yang memiliki minat baca yang tinggi. Mereka tidak hanya membaca di dalam ruang kelas saja, namun juga membaca diluar kelas. Anak-anak ini senantiasa memanfaatkan waktu luang mereka untuk membaca, baik di taman, terminal, stasiun bahkan dalam perjalanan dalam kereta maupun di dalam bus. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi minat baca  anak-anak di negara kita . Kehadiran teknologi informasi seperti komputer, televisi dan handphone, turut andil memperparah kondisi ini. Ketika ada waktu luang, anak-anak kita lebih senang memegang handphone untuk “facebook”an atau “twitter”an atau menonton tv, dari pada harus membaca buku, majalah Koran ataupun bahan bacaan yang lain. Ini menjadi permasalahan yang sifatnya tidak hanya regional namun nasional bagi dunia pendidikan kita.
Kemudian di mana peran pemerintah dalam mengarahkan mereka agar mereka mencintai buku bacaan, mau membaca, mau datang ke perpustakaan untuk membaca? Ini menjadi pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab, karena kondisi dunia pendidikan di Indonesia memang sangat memprihatinkan.  Bagaimana akan tercipta proses belajar seumur hidup jika kondisi dunia pendidikan di negara kita demikian.
Pemerintah melalui melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan tahun 2006 mencoba memberikan  jawaban atas kegelisahan dunia pendidikan kita. Di dalamnya termaktub upaya pemerintah untuk meningkatkan dunia pendidikan melalui peran serta perpustakaan dan pustakawan sebagai tenaga pengelola perpustakaan. Pustakawan sebagai mesin yang menggerakkan perpustakaan berkewajiban untuk ikut serta dalam meningkatkan minat baca baik bagi peserta didik maupun masyarakat secara luas. Di harapkan dengan terciptanya minat baca sejak dini dan minat baca pada masyarakat luas, akan tercipta proses belajar sepanjang hayat.
Konsep Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal saja, namun seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan setelah selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan gagasan tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan terasing dari generasi muda, mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara dini, dan tetap dapat memberikan sumbangsihnya bagi kehidupan di lingkungannya
Belajar sangat erat kaitannya dengan masalah psikologi, seperti yang disampaikan Made Pidarta (1997 : 185) mengemukakan bahwa psikologi atau jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam mengendalikan jasmani. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam diri manusia itu sendiri.
Jiwa manusia berkembang sejalan dengan pertumbuhan jasmani, sejak dari masa bayi, kanak-kanak dan seterusnya sampai dewasa dan masa tuĆ£. Makin besar anak itu makin berkembang pula jiwanya. Dengan melalui tahap-tahap tertentu dan akhimya anak tersebut mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani. Dalam perkembangan jiwa dan jasmani tersebut, manusia perlu belajar. Masa belajar itu bertahap  sejalan dengan fase-fase perkembangannya, sejak masa kanak-kanak sampai masa tua. Hal ini dapat dipahami bahwa belajar merupakan kebutuhan sebagai bekal untuk menempuh kehidupan sepanjang hayatnya.
Berpijak dari pemikiran di atas, penulis menyampaikan tema dalam makalah ini “peran pustakawan dalam proses belajar sepanjang hayat”. Hal ini di dasari bahwa salah satu tugas pustakawan adalah sebagai agen of change atau agen perubahan dan juga agen of knowledge atau agen pengetahuan yang mau tidak mau pustakawan harus senantiasa aktif dalam melakukan tugasnya dan selalu meningkatkan kompetensi diri, sehingga dapat berperan serta mewujudkan proses belajar sepanjang hayat dalam masyarakat kita.

B.      TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui konsep dunia pendidikan dalam dunia pendidikan di masyarakat
2.      Mengetahui konsep belajar sepanjang hayat
3.       Mengetahui sejauhmana peran pustakawan dalam mewujudkan proses belajar sepanjang hayat.



C.      MANFAAT
Setelah mengetahui peran pustakawan dalam mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, maka diharapkan :
1.      Ada perubahan paradigma dalam sistem pendidikan kita mengenai konsep belajar
2.      Ada peningkatan peran oleh para pustakawan terhadap pemustaka
3.      Ada solusi bagaimana meningkatkan minat baca bagi anak-anak kita sehingga dapat tercipta proses belajar sepanjang hayat dalam masyarakat kita

D.     KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT
1.      Pengertian Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 588) selain berarti rancangan, konsep juga bermakna ide atau pengertian yang di abtraksikan dari peristiwa-peristiwa konkrit atau gambaran mental dan obyek proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi memahami hal-hal lain.
Kata konsep dari bahasa inggris (concept), yang berarti bagan, rencana, gagasan, pandangan, cita-cita (yang telah ada dalam fikiran) (Echols, 1997 : 135)
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka konsep yang dimaksudkan dalam pengertian ini, ialah sejumlah gagasan, ide-ide, pemikiran, pandangan ataupun teori-teori yang dalam konteks ini dimaksudkan ialah ide-ide, gagasan, pemikiran tentang belajar sepanjang hayat.




2.      Belajar Sepanjang Hayat
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Seperti yang dikemukakan oleh Havinghurst yang dikutip oleh Made Pidarta (1997 : 190) mengenai fase-fase perkembangan pada manusia sejak dari masa kanak-kanak sampai masa tua,  yaitu:
a.      Fase perkembangan masa kanak-kanak
b.      Fase perkembangan masa anak
c.       Fase perkembangan masa remaja
d.      Fase perkembangan masa dewasa awal
e.      Fase perkembangan masa setengah bayi
f.        Fase perkembangan masa tua
Untuk memenuhi tugas-tugas pada setiap fase tersebut, dicapai melalui belajar. Berangkat dari fenomena ini muncullah konsep belajar untuk memberikan layanan-layanan dan prioritas bagi mereka yang tidak lagi belajar pada pendidikan diri dan turut berpartisipasi di dalam aktivitas kehidupan di lingkungan masyarakat.
Bertolak dari fase-fase perkembangan manusia di atas, hal ini berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat dan memberi kemudahan kepada para perancang pendidikan pada setiap jenjang pendidikan untuk :



a.      Menentukan arah pendidikan
b.      Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugasperkembangannya.
c.       Menyiapkan materi pembelajaran yang tepat.
d.      Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu
Dalam hubungannya dengan belajar sepanjang hayat, akan dikemukakan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, masa setengah baya dan orang tua, untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dalam rangka belajar sepanjang hayat.
Tugas perkembangan tersebut adalah:
a.      Tugas perkembangan masa dewasa awal: Memilih pasangan hidup, bertanggung jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapatkan kelompok social yang tepat serta menarik.
b.      Tugas perkembangan masa setengah baya: Bertanggung jawab social dan menjadi warga Negara yang baik, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan tertentu, menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan pertambahan umur.
c.       Tugas perkembangan orang tua: Menyesuaikan din dengan menurunnya kekuatan fisik, kesehatan dan pendapatan. Menyesuaikan diri dengan keadaan sebagai janda, duda, memenuhi kewajiban social sebagai seorang warga Negara yang baik dan membangun kehidupan fisik yang memuaskan.
Tugas-tugas perkembangan itu nampaknya disiapkan untuk belajar sepanjang hayat, yang dapat dilihat dari adanya tugas perkembangan untuk orang dewasa, setengah baya dan untuk masa tua. Tugas perkembangan ini juga amat berguna bagi pendidikan luar sekolah, di rumah dalam kehidupan rumah tangga maupun di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat, seperti kursus- kursus, perkumpulan sosial, agama, persatuan para lanjut usia dan sebagainya.
Dengan demikian tugas perkembangan yang harus ditempuh melalui belajar, tidak hanya dimulai dari masa kanak-kanak, tetapi berlanjut sampai hingga dewasa dan masa tua. Jelas bahwa belajar berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan sepanjang kehidupan seseorang.
Dalam ajaran  islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam, seperti yang disampaikan dalam sabdanya: “Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat” (Muh. Roqib, 2009 : 63). Menuntut ilmu sejak anak dalam kandungan sampai ia meninggal dunia merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memenuhi ajaran agamanya. Karena menuntu ilmu dalam islam berdimensi teologis, sehingga untuk merealisasikaanya sangat tinggi dan bersemangat karena ada harapan pahala dan kebahagiaan akhirat. Proses keilmuan tersebut akan berpengaruh terus hingga dia berpulang ke hadapan Tuhan. Sebab ilmu tetap akan berproses dan menjadi amal yang tidak akan terputus walaupun seseorang sudah meninggal dunia.
Dengan memperhatikan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dari kehidupan kaum muslimin. Belajar sepanjang hayat sebagai asas baru, kesadaran baru, harapan baru, membawa implikasi kepada pentingya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru kapanpun dan dimanapun. Dari gagasan-gagasan baik melalui pendekatan keagamaan, maupun yang bersifat umum, dapat dipahami bahwa hakekatnya belajar itu tiada hentinya, dimulai dari masa kanak-kanak, dewasa dan masa tua agar mereka dapat mengikuti perkembangan zaman serta penemuan-penemuan baru di bidang pengetahuan dan teknologi.
Pertanyaanya adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada mereka tentang pentingnya belajar sepanjang hayat ini. Untuk memecahkan persoalan ini, antara lain Arden N Frandsen seperti dikutip oleh Sumadi Suryabrata (2007 : 236), mengemukakan tentang hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah :
a.      Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas
b.      Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
c.       Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
Sedangkan Maslow dalam buku Psikologi Pendidikan (Sumadi Suryasubrata, 2007 : 237) mengemukakan teori tentang kebutuhan yang mendorong seseorang untuk belajar, adalah :
a.      Pshical needs
b.      Safety needs
c.       Love needs
d.      Esteem needs
e.      Self actualization needs
Teori kebutuhan Maslow tersebut meliputi beberapa kebutuhan manusia seperti kebutuhan fisik, rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, belajar sepanjang hayat khususnya bagi orang dewasa dan orang tua akan menjadi efektif dalam arti menghasilkan perubahan tingkah laku (perilaku), apabila isi dan cara belajarnya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan. Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menyadarkan orang bahwa ia membutuhkan sesuatu seperti digambarkan oleh Maslow dari kebutuhan terendah (fisik) sampai aktualisasi diri. Kesadaran akan kebutuhan di atas diharapkan bisa mendorong seseorang untuk belajar. Dorongan atau motivasi menurut J.P Chaplin bermakna alasan yang diasadari, yang dibenikan individu bagi satu tingkah laku (1993 : 310)
Menurut Lunandi (1982 : 7) dalam dimensi psikologis, belajar sepanjang hayat, terutama bagi orang dewasa dan orang tua dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu. Karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a.      Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka orang dewasa perlu dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir, ketrampilan baru dan sikap yang lain.
b.      Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
c.       Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang mempunyai cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, Ia dapat memperbaiki dan menyempumakan caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.
Memperhatikan situasi belajar bagi orang dewasa tersebut, maka salah satu teori belajar klasik, yaitu teori psikologi belajar naturalistic atau aktualisasi diri, teori ini berpangkal dari psikologi naturalistic romantic yang dipelopori Rousseau. Menurut teori ini belajar itu sebaiknya dilakukan secara wajar di alam bebas, bisa diterapkan pada pendidikan luar sekolah, terutama untuk belajar seumur hidup.

3.      Implementasi Konsep
Bertolak dari dimensi psikologis di atas, implementasi konsep belajar sepanjang hayat ini, kemampua seseorang tidak membutuhkan orang lain sebagai pembimbing khusus. Mereka mencari sendiri bahan-bahan pelajaran yang mereka butuhkan, mempelajari sendiri, dan mencoba menempatkannya. Jadi bagi mereka dapat belajar di mana saja dan dengan cara apa saja di lingkungan kediaman mereka. Pada hakekatnya mereka mengaktualisasi diri sendiri sejalan dengan teori belajar naturalis. walaupun demikian belajar sepanjang hayat dapat juga dilaksanakan secara kelompok dalam bentuk kursus-kursus, kelompok sosial dan kelompok keagamaan, dan juga bimbingan ataupun arahan dari orang lain.
Dari segi tujuan, belajar sepanjang hayat ini pada mulanya bersifat individual, yakni untuk memperkaya kehidupan rohani atau intelektual seseorang. Pada taraf perkembangan selanjutnya belajar sepanjang hayat ini mulai mengembangkan tujuan-tujan yang bersifat sosial. Mulai disadari bahwa kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat ini tidak hanya menguntungkan perorangan-perorangan saja, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Apabila mayoritas anggota suatu masyarakat selalu melibatkan diri dalam kesibukan belajar setelah mereka memasuki berbagai lingkungan pekerjaan, maka pada umumnya masyarakat semacam ini akan menjadi lebih dinamis, lebih mudah menenima gagasan-gagasan pembaruan, dan lebih mudah pula memahami interpendensi dan interaksi yang ada antara dirinya dengan masyarakat-masyarakat lain.
Pada masyarakat umum, kelompok yang biasanya membutuhkan layanan belajar sepanjang hayat adalah remaja yang putus sekolah dan orang dewasa atau orang tua yang ingin meningkatkan kehidupanya. Karena itu di tinjau dari aspek signifakasi dan relevansi konsep belajar sepanjang hayat dalam hubungannya dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang ada dalam masyarakat, Maka konsep ini merupakan cara yang tepat untuk memacu kehidupan masyarakat kita. Ada beberapa poin yang diambil dari konsep memajukan masyarakat yaitu dengan beberapa cara, diantaranya :
1)      Bahwa sebagian besar remaja dan orang dewasa dan orang tua yang aktif dalam kehidupan masyarakat benar-benar mendapatkan pelayanan belajar yang memadai dan relevan dengan kebutuhan mereka sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
2)      Bahwa program-program belajar seperti ini benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan
3)      Bahwa masyarakat remaja, orang dewasa serta orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar terangsang untuk mengikuti program-program belajar sepanjang hayat ini.
4)      Belajar sepanjang hayat akan bermanfaat apabila mendapatkan respon positif dari individu atau warga masyarakat yang memiliki kemauan dan kegemaran untuk belajar secara terus menerus, sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing individu warga belajamya. Dengan demikian konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi di dalam masyarakat.

E.      PERAN PUSTAKAWAN DALAM PROSES BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Kondisi perpustakaan suatu bangsa merupakan cerminan atau refleksi dari tingkat kebudayaan serta tingkat peradaban yang telah dicapainya, dimana perpustakaan berkewajiban memperkenalkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat serta menanamkan sikap untuk terus belajar secara berkelanjutan sepanjang hayat .
Kesadaran dari dalam (internal) perpustakaan harus dibangun kembali untuk menunjukkan bahwa perpustakaan adalah sumber primer bagi setiap pencari informasi.  Perpustakaan adalah bangunan utama untuk melahirkan suatu komunitas ilmiah dan masyarakat informasi. Perpustakaan juga merupakan jalan untuk menuju masyarakat modern yang berperadaban. Namun demikian, untuk merealisasikan semua impian itu bukanlah sesuatu yang mudah. Secara terus menerus perlu dilakukan inovasi untuk menciptakan  perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan zaman (Qalyubi, dkk, 2007: 441)
Peran pustakawan menurut  Rachman Hermawan S dan  Zulfikar Zen (2006: 109-111) dalam penjabarannya tentang kode etik pustakawan Indonesia, alinea kedua, antara lain menyebutkan :
1.      Pustakawan hendaknya memperluas akses informasi bagi kepentingan masyarakat , artinya bahwa informasi sangat dibutuhkan masyarakat. Pustakawan sebagai seorang profesional dibidang perpustakaan dan informasi harus mempunyai kemampuan untuk memperluas akses dan mendistribusikan informasi untuk kepentingan masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. Dalam hal ini , pustakawan hendaknya dapat berfungsi sebagai perantara (intermediaris) antara informasi dan masyarakat pengguna. Untuk itu pustakawan harus menguasai teknologi informasi, sehinga mempunyai kebebasan dan keleluasaan mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber,
2.      Pustakawan wajib ikut berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi, artinya bahwa pustakawan  sekarang ini harus berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi untuk kepentingan masyarakat, tetapi harus tetapbertangung jawab, agar informasi yang disediakannya tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu pustakawan dalam melaksanakan tugasnya harus peka dan gemar mencari informasi, jeli dalam mengamati, pandai memilih dan memilah informasi yang akan disajikan kepada masyarakat . Untuk maksud tersebut diatas, pustakawan harus mempunyai kemampuan untuk menangkap peluang memanfaatkan dan menangkal informasi yang dapat menjadi ancaman masyarakat.
3.      Pustakawan harus berfungsi sebagai agen perubahan, pustakawan harus dapat menjadi agen narasumber (resource person) bagi orang-orang yang memerlukan pembaruan bagi dirinya. Sebagai narasumber , pustakawan harus mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang perpustakaan dan informasi, sehingga dapat memberikan  andil yang cukup besar dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat. Melalui fasilitas yang tersedia di perpustakaan. pustakawan dapat menyuguhkan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat, seperti perkembangan iptek, hasil-hasil penelitian dan lain sebagainya. Dengan demikian pustakawan dapat berfungsi sebagai agen perubahan bagi masyarakat manakala pustakawan dapat menyediakan bahan pustaka dan informasi yang berguna dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. 

Hal senada ditambahkan oleh Lasa HS dalam makalah kuliah yang memberikan penekanan pada pustakawan bahwa pustakawan harus :
1.      Mampu segera berinteraksi dengan lancar
Pustakawan dan user adalah makhluk sosial yang akan selalu terjalin interaksi sosial. Supaya interaksi sosial itu dapat berjalan lancar, maka pustakawan dalam menjalin hubungan interaksi itu harus selalu mengingat lima prinsip, yaitu: Berasumsi bahwa semua orang itu baik, menganggap wajar apabila terjadi perbedaan pendapat, memberikan respek atau empati pada orang lain, hubungan berorientasi saling membutuhkan, dan mau menerima kekurangan orang lain serta mengakui kekurangan diri sendiri.
2.       Mampu kreatif dan inovatif dalam promosi perpustakaan
Seorang pustakawan harus memahami pemasaran perpustakaan, sehingga perpustakaan berada di jantung hati pemustaka. Kreatifitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang. Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreatifitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang
3.      Mampu menggunakan kemampuan diplomasi untuk mempengaruhi, mengarahkan dan memimpin orang lain
Pustakawan hendaknya mampu dalam memberikan penyuluhan tentang perpustakaan, berbicara sebagai narasumber dalam seminar-seminar, mampu menggerakaan masyarakat dalam budaya baca, dan bisa bertindak sebagai asisten pendidik atau agen pembelajar masyarakat.





F.       PENUTUP
Dari pembahasan mengenai konsep belajar sepanjang hayat dan peran pustakawan dalam proses belajar sepanjang hayat di atas, ada beberapa poin yang dapat kita simpulkan, yaitu :
1.      Bahwa belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka orang dewasa perlu dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir, ketrampilan baru dan sikap yang lain.
2.      Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
3.      Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang mempunyai cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, Ia dapat memperbaiki dan menyempumakan caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.
Jika dikaitkan dengan beberapa poin di atas, maka pustakawan dalam proses belajar sepanjang hayat dapat berperan sebagai :
1.      Perantara atau mediator bertemunya masyarakat dengan informasi yang dibutuhkan dengan jalan memperluas akses informasi bagi kepentingan masyarakat dan pustakawan harus menguasai teknologi informasi, sehinga mempunyai kebebasan dan keleluasaan mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber
2.      Bagian yang berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi, artinya bahwa pustakawan  sekarang ini harus berperan dalam menciptakan kelancaran arus informasi untuk kepentingan masyarakat, tetapi harus tetap bertangung jawab, agar informasi yang disediakannya tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
3.      Agen perubahan dan harus dapat menjadi agen narasumber (resource person) bagi orang-orang yang memerlukan pembaruan bagi dirinya. Dituntut untuk memiliki  pengetahuan dan wawasan yang luas dalam bidang perpustakaan dan informasi, sehingga dapat memberikan  andil yang cukup besar dalam meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat.
Selain itu pustakawan juga harus memiliki beberapa kompetensi agar mampu mengarahkan pemustaka senantiasa berkeinginan untuk selalu belajar. Adapun kompetensi yang harus dimiliki diantaranya adalah :
1.      Berinteraksi dengan Mampu segera berinteraksi dengan lancar. Pustakawan dan user adalah makhluk sosial yang akan selalu terjalin interaksi sosial. Supaya interaksi sosial itu dapat berjalan lancar, maka pustakawan dalam menjalin hubungan interaksi itu harus selalu mengingat lima prinsip, yaitu: Berasumsi bahwa semua orang itu baik, menganggap wajar apabila terjadi perbedaan pendapat, memberikan respek atau empati pada orang lain, hubungan berorientasi saling membutuhkan, dan mau menerima kekurangan orang lain serta mengakui kekurangan diri sendiri.
2.       Mampu kreatif dan inovatif dalam promosi perpustakaan. Seorang pustakawan harus memahami pemasaran perpustakaan, sehingga perpustakaan berada di jantung hati pemustaka.
3.      Mampu menggunakan kemampuan diplomasi untuk mempengaruhi, mengarahkan dan memimpin orang lain. Pustakawan hendaknya mampu dalam memberikan penyuluhan tentang perpustakaan, berbicara sebagai narasumber dalam seminar-seminar, mampu menggerakaan masyarakat dalam budaya baca, dan bisa bertindak sebagai asisten pendidik atau agen pembelajar masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, James P (Terj. Kartini Kartono). 1993. Dictionary of Psichologi. Jakarta : Raja Grafindo
Echols, John M. 1993. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia
Hermawan s. Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan, suatu pendekatan terhadap kode etik pustakawan indonesia, Jakarta: Sagung Seto
Lunandi, A.G. 1982. Pendidikan orang dewasa : Sebuah Uraian Praktis untuk pembimbing, penatar, pelatih, dan penyuluh.  Jakarta : Gramedia
Pidarta, Made. 1997. Landasan Pendidikan : Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Qalyubi, Shihabuddin dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Fak. Adab UIN Sunan Kalijaga
Sukarman, Herry. 2005. Peran Pustakawan sebagai tenaga kependidikan untuk mendukung keberhasilan wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun. Media Pustakawan. Vol. 12 No. 3 dan 4 September/Desember 2005. 
Suryasubrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press.

No comments:

Post a Comment